Pages

Mencintai Tak Harus Memilikimu, Arjuna



Siapa bilang mencintai itu harus memiliki dan mencintai tak harus memiliki itu sebuah kemustahilan? Bagi banyak orang memang setiap mencintai ada rasa ingin untuk selalu bersama. Seiring berjalannya waktu, cinta itu bisa hilang karena orang yang dicintai tak lagi mencintai kita, pengkhianatan atau memang diri kita sendiri yang berhenti untuk mencintainya demi orang lain atau sebab lain. Akan tetapi, aku bukan menyebut itu sebuah cinta.


Deskripsiku tentang cinta itu sederhana. "Semua perkataannya adalah sihir untukku dan apa yang dilakukannya sebagian besar menjadi kebiasaanku. Ketika dia yang aku cintai tersenyum, hatiku berbunga-bunga. Ketika dia yang aku cintai bersedih, otomatis aku merasakan perih di hati. ketika dia yang aku cintai tak mencintaiku seperti aku mencintainya, aku akan menghargai segala keputusannya, tanpa rasa kecewa. Ketika dia yang aku cintai membenciku, aku akan memaafkannya. Ketika dia yang aku cintai memilih untuk hidup bersama dengan wanita lain, aku segera mengikhlaskan dan mendoakan kebahagiannya."
Salah satu temanku pernah bertanya, “Apa kau sungguh mencintainya? Dia memilih wanita lain tapi kau tetap tersenyum bahagia, tetap mengharapkan kebahagiaan untuk mereka berdua. Itu hal yang bodoh!”
Jawabannya, aku sungguh mencintainya dari lubuh hatiku yang terdalam. Semua yang aku rasakan memang benar adanya. Tak ada rasa kecewa, tak ada rasa benci atau marah karena dengan dia memilih wanita itu, aku bisa melihat kebahagian yang belum tentu bisa aku berikan padanya. Dan aku akan tetap mencintainya.
Cinta itu terus terasa sampai hampir lima tahun lamanya. Sampai akhirnya aku melihatnya menikah dan mempunyai anak yang sama tampan dengannya. Aku masih tetap mencintainya, sama seperti dulu. Aku hanya mencintainya, tak berharap dia bisa mencintaiku jadi apakah ini adalah suatu kesalahan?
Rasa ini terus mengalir walau hanya melihat gambarnya. Aku tau, suatu saat nanti aku harus mencintai lelaki lain. Namun dia adalah makhluk ciptaanNya yang tak bisa dan tak mau aku hapus dari ingatan dan hatiku. Setidaknya jika aku kelak mencintai lelaki lain, kenangan cinta untuknya masih selalu ada di hatiku.
Sebelumnya, aku akan berbagi cerita bagaimana aku mengenal dan kapan aku mulai mencintai Arjuna. Malam itu, lima tahun yang lalu aku masih berpacaran dengan Bima. Bima mengenalkanku dengan salah satu temannya, Jaka. Kemudian kami bertiga menjemput Arjuna di rumahnya.
Untuk pertama kalinya aku melihat sosok Arjuna dengan baju biru muda keluar dari rumahnya. Kulitnya bersih, matanya sedikit kecin dan rambutnya hitam lurus dengan poni yang tipis menutupi dahinya. Semakin dia mendekat entah dari mana perasaan ini mengalir begitu saja. Bisa dibilang cinta pada pandangan pertama.
Aku tau perasaan ini tak boleh kurasakan saat aku masih menjalin hubungan dengan Bima. Aku berusaha keras menolak debaran saat pertama kali menyentuh tangannya untuk berkenalan. Mataku sengaja menghindar dari sosok rupawannya.
Selang beberapa hari, aku berpapasan dengan Arjuna dan Jaka di tempat kerjaku di mana aku bekerja di sebuah Mall. Aku memperhatikan mereka yang hanya berputar-putar lalu kembali di depan tokoku. Kami saling menyapa. Rasa yang kemarin bergejolak lagi. Hangat dan menyenangkan. Ini adalah pertemuan keduaku yang singkat dan cepat-cepat aku lupakan. Aku masih mempunyai Bima, dan sangat tak berperasaan jika aku mencintai sahabatnya sendiri.
Pertemuan ketiga adalah saat malam tahun baru sehari kemudian. Kami berempat menghabiskan malam tahun baru di atap rumah teman kami yang lain sambil menatap percikan kembang api di langit. Aku masih mengingat dengan jelas momen itu. Kami berdua duduk bersebelahan dan berbincang tentang gedung Mall tempatku bekerja yang rupanya tak jauh dari rumah ini. Entah hanya perasaanku saja atau memang benar adanya aku merasa dia memperhatikan aku. Atau mungkin aku berharap untuk diperhatikan olehnya?
 
Aku tertidur di bangku lalu terjaga mendengar suara merdunya mengalunkan nyanyian cinta. Kekagumanku semakin bertambah. Apa yang dilakukannya semakin menarikku ke dalam dirinya, membuatku tak sadar meminta kontak messengernya. Ya, dia memberikan dengan suka rela dan dari sanalah aku semakin dekat dengannya.
Tanpa dikehui Bima, kami sering bertukar pesan sampai dini hari. Semua obrolannya pun masih kuingat sampai saat ini. Dia bercerita banyak tentang kehidupannya begitu pula denganku. Kini aku tau dia menyukai angka 4, lahir di bulan Agustus, beberapa kisah cintanya, kebiasaannya dan beberapa hal lain tentangnya. Kami terus melakukan percakapan sampai berminggu-minggu sampai bulan berganti.
Hal lucu kuingat saat itu adalah dia menipuku akan pindah beberapa hari lagi. Aku percaya saja dan bersedih karenanya. Lalu tiba-tiba Arjuna meminta kontaku yang jelas-jelas sudah dipunyainya. Beberapa saat kemudian dia hilang dari daftar kontak messenger-ku. Lalu ada sebuah permintaan pertemanan baru padanya. Dia bilang, “harunya dulu aku yang memintanya duluan.” Entah itu semacam kode atau hanya menggodaku saja yang jelas aku benar-benar senang dengan semua yang dikatakannya.
Arjuna sempat meminta maaf padaku karena merasa sering menggangguku sampai pagi buta, membuatku tak bisa beristirahat. “Aku senang berbincang-bincang denganmu.” Kataku. Aku mau terus berbicara denganmu, kataku dalam hati.
Banyak nasihat-nasihat yang diberikannya padaku dan tak tau mengapa aku mau saja menurutinya. Aku tak lagi pulang malam, makan tepat waktu, dan rajin beribadah. Kata-katanya seperti menghipnotisku. Semua kulakukan dan memang baik untuk kulakukan. Semua kalimatnya menempel di benakku. Saat aku sendirian berada di rumah yang gelap dan saat itu hubunganku dengan Bima diujung tanduk, dia mengucapkan kalimat yang membuatku tenang dan membuatku ingin terus bersandar padanya, “Jangan takut, kan ada aku.”
Kami memang jarang bertemu, untuk menjaga perasaan Bima yang masih menjadi pacar dan sahabatnya. Tapi dia sering menghabiskan waktu di sebuah bangunan yang terkenal di dekat rumahku. Aku berharap dia memiliki perasaan yang sama denganku.
Seperti pepatah bilang, bangkai akan selalu tercium baunya, Bima mengetahui kami diam-diam sering bertukar pesan singkat. Tentu saja Bima murka. Dia menghapus semua yang berhubungan dengan Arjuna di telepon genggamku. Namun aku masih mempunyai kontak messenger yang lain. Sejak saat itu lah, Arjuna mulai berubah.
Kalimat yang diucapkannya seakan-akan membenciku, bersikeras mengatakan kalau dia masih mencintai mantan pacarnya, menyuruhku segera menikah dengan Bima. Memang saat itu aku sedikit sedih mendengarnya. Yang paling menyakitkan adalah saat dia berkata, “Haram bagiku mencintai pacar teman!” Aku tak marah, semua itu tak cukup untuk membuatku melupakannya atau bahkan hanya membencinya.
Hari-hari setelahnya dia hanya menulis sepatah, dua patah kata. Semakin lama semakin jauh. Sampai suatu hari dia tak lagi membalas pesan dariku. Aku merindukannya yang dulu. Aku ingin kembali dekat seperti dulu. Tak perlu mencintaiku! Yang kubutuhkan adalah kalimat-kalimatnya yang membuatku bersemangat menjalani hari-hariku.
Hubunganku dengan Bima semakin membaik. Arjuna tak lagi menghubungi tapi aku masih melihat kontak yang tak pernah digunakannya sebelum sering mengobrol denganku masih saja aktif. Aku sedikit berharap dia merindukanku sebesar aku merindukannya. Pesan terakhirku yang hanya dibacanya adalah, “Katakan kepada Bima jika kita hanya berteman, kalau dia masih saja curiga bilang saja aku yang mendekatimu duluan. Aku tak mau kau mempunyai masalah karena aku. Maaf.”
Beberapa bulan kemudian namanya di pesan masuk membuatku gugup membukanya. “Aku mau pamitan ke luar kota untuk bekerja.” Apa maksudnya berpamitan denganku? Dia bilang membenciku, dia bilang tak mau tau lagi dan tak pedulu lagi tentangku. Lalu untuk apa dia berpamitan? Masih misteri yang belum aku pecahkan saat ini. Aku tak bisa menyimpulkan itu sebuah cinta karena kalau dia mencintaiku dia akan memperjuangkanku. Aku hanya pernah sedikit berharap jika itu memang cinta.
“Aku berharap kau bisa bertemu dengan wanita yang cantik, sholeh, pintar dan bisa membuatmu bahagia. Kau tau bagaimana perasaanku padamu tapi aku benar-benar tulus mendoakanmu. Semoga kamu bahagia. Selalu bahagia. Bahkan jika aku harus menjual kebahagiaanku untukmu.”
Dua tahun lamanya aku kehilangan kontak dengannya. Selama dua tahun itu banyak kejadian-kejadian seperti aku putus dengan Bima, aku meneruskan studiku, kehilangan nenek yang tinggal serumah denganku dan merawatku dari kecil dan kejadian-kejadian lainnya. Cintaku padanya tak pernah padam dan itu yang membuatku lebih kuat menjalani hari-hariku yang semakin berat.
Tahun 2015 aku mendengar kabar Arjuna telah menikah. Kabar yang sangat menghebohkan hatiku. Namun entah mengapa, aku bahagia saat melihatnya tersenyum bahagia bersama dengan istrinya.

0 komentar:

Posting Komentar