Siapa bilang mencintai itu harus memiliki dan mencintai tak harus
memiliki itu sebuah kemustahilan? Bagi banyak orang memang setiap mencintai ada
rasa ingin untuk selalu bersama. Seiring berjalannya waktu, cinta itu bisa
hilang karena orang yang dicintai tak lagi mencintai kita, pengkhianatan atau
memang diri kita sendiri yang berhenti untuk mencintainya demi orang lain atau
sebab lain. Akan tetapi, aku bukan menyebut itu sebuah cinta.
Deskripsiku tentang cinta itu sederhana. "Semua perkataannya adalah sihir
untukku dan apa yang dilakukannya sebagian besar menjadi kebiasaanku. Ketika
dia yang aku cintai tersenyum, hatiku berbunga-bunga. Ketika dia yang aku
cintai bersedih, otomatis aku merasakan perih di hati. ketika dia yang aku
cintai tak mencintaiku seperti aku mencintainya, aku akan menghargai segala
keputusannya, tanpa rasa kecewa. Ketika dia yang aku cintai membenciku, aku
akan memaafkannya. Ketika dia yang aku cintai memilih untuk hidup bersama
dengan wanita lain, aku segera mengikhlaskan dan mendoakan kebahagiannya."
Salah satu temanku pernah bertanya, “Apa kau sungguh mencintainya? Dia
memilih wanita lain tapi kau tetap tersenyum bahagia, tetap mengharapkan
kebahagiaan untuk mereka berdua. Itu hal yang bodoh!”
Jawabannya, aku sungguh mencintainya dari lubuh hatiku yang terdalam.
Semua yang aku rasakan memang benar adanya. Tak ada rasa kecewa, tak ada rasa
benci atau marah karena dengan dia memilih wanita itu, aku bisa melihat
kebahagian yang belum tentu bisa aku berikan padanya. Dan aku akan tetap mencintainya.
Cinta itu terus terasa sampai hampir lima tahun lamanya. Sampai akhirnya
aku melihatnya menikah dan mempunyai anak yang sama tampan dengannya. Aku masih
tetap mencintainya, sama seperti dulu. Aku hanya mencintainya, tak berharap dia
bisa mencintaiku jadi apakah ini adalah suatu kesalahan?
Rasa ini terus mengalir walau hanya melihat gambarnya. Aku tau, suatu
saat nanti aku harus mencintai lelaki lain. Namun dia adalah makhluk ciptaanNya
yang tak bisa dan tak mau aku hapus dari ingatan dan hatiku. Setidaknya jika
aku kelak mencintai lelaki lain, kenangan cinta untuknya masih selalu ada di
hatiku.
Sebelumnya, aku akan berbagi cerita bagaimana aku mengenal dan kapan aku
mulai mencintai Arjuna. Malam itu, lima tahun yang lalu aku masih berpacaran
dengan Bima. Bima mengenalkanku dengan salah satu temannya, Jaka. Kemudian kami
bertiga menjemput Arjuna di rumahnya.
Untuk pertama kalinya aku melihat sosok Arjuna dengan baju biru muda
keluar dari rumahnya. Kulitnya bersih, matanya sedikit kecin dan rambutnya hitam
lurus dengan poni yang tipis menutupi dahinya. Semakin dia mendekat entah dari
mana perasaan ini mengalir begitu saja. Bisa dibilang cinta pada pandangan
pertama.
Aku tau perasaan ini tak boleh kurasakan saat aku masih menjalin hubungan
dengan Bima. Aku berusaha keras menolak debaran saat pertama kali menyentuh
tangannya untuk berkenalan. Mataku sengaja menghindar dari sosok rupawannya.
Selang beberapa hari, aku berpapasan dengan Arjuna dan Jaka di tempat
kerjaku di mana aku bekerja di sebuah Mall. Aku memperhatikan mereka yang hanya
berputar-putar lalu kembali di depan tokoku. Kami saling menyapa. Rasa yang
kemarin bergejolak lagi. Hangat dan menyenangkan. Ini adalah pertemuan keduaku
yang singkat dan cepat-cepat aku lupakan. Aku masih mempunyai Bima, dan sangat
tak berperasaan jika aku mencintai sahabatnya sendiri.
Pertemuan ketiga adalah saat malam tahun baru sehari kemudian. Kami
berempat menghabiskan malam tahun baru di atap rumah teman kami yang lain sambil
menatap percikan kembang api di langit. Aku masih mengingat dengan jelas momen
itu. Kami berdua duduk bersebelahan dan berbincang tentang gedung Mall tempatku
bekerja yang rupanya tak jauh dari rumah ini. Entah hanya perasaanku saja atau
memang benar adanya aku merasa dia memperhatikan aku. Atau mungkin aku berharap
untuk diperhatikan olehnya?
Aku tertidur di bangku lalu terjaga mendengar suara merdunya mengalunkan
nyanyian cinta. Kekagumanku semakin bertambah. Apa yang dilakukannya semakin
menarikku ke dalam dirinya, membuatku tak sadar meminta kontak messengernya. Ya, dia memberikan dengan
suka rela dan dari sanalah aku semakin dekat dengannya.
Tanpa dikehui Bima, kami sering bertukar pesan sampai dini hari. Semua
obrolannya pun masih kuingat sampai saat ini. Dia bercerita banyak tentang
kehidupannya begitu pula denganku. Kini aku tau dia menyukai angka 4, lahir di
bulan Agustus, beberapa kisah cintanya, kebiasaannya dan beberapa hal lain
tentangnya. Kami terus melakukan percakapan sampai berminggu-minggu sampai
bulan berganti.
Hal lucu kuingat saat itu adalah dia menipuku akan pindah beberapa hari
lagi. Aku percaya saja dan bersedih karenanya. Lalu tiba-tiba Arjuna meminta
kontaku yang jelas-jelas sudah dipunyainya. Beberapa saat kemudian dia hilang
dari daftar kontak messenger-ku. Lalu
ada sebuah permintaan pertemanan baru padanya. Dia bilang, “harunya dulu aku
yang memintanya duluan.” Entah itu semacam kode atau hanya menggodaku saja yang
jelas aku benar-benar senang dengan semua yang dikatakannya.
Arjuna sempat meminta maaf padaku karena merasa sering menggangguku
sampai pagi buta, membuatku tak bisa beristirahat. “Aku senang
berbincang-bincang denganmu.” Kataku. Aku mau terus berbicara denganmu, kataku
dalam hati.
Banyak nasihat-nasihat yang diberikannya padaku dan tak tau mengapa aku
mau saja menurutinya. Aku tak lagi pulang malam, makan tepat waktu, dan rajin
beribadah. Kata-katanya seperti menghipnotisku. Semua kulakukan dan memang baik
untuk kulakukan. Semua kalimatnya menempel di benakku. Saat aku sendirian
berada di rumah yang gelap dan saat itu hubunganku dengan Bima diujung tanduk,
dia mengucapkan kalimat yang membuatku tenang dan membuatku ingin terus bersandar
padanya, “Jangan takut, kan ada aku.”
Kami memang jarang bertemu, untuk menjaga perasaan Bima yang masih
menjadi pacar dan sahabatnya. Tapi dia sering menghabiskan waktu di sebuah
bangunan yang terkenal di dekat rumahku. Aku berharap dia memiliki perasaan
yang sama denganku.
Seperti pepatah bilang, bangkai akan selalu tercium baunya, Bima mengetahui
kami diam-diam sering bertukar pesan singkat. Tentu saja Bima murka. Dia
menghapus semua yang berhubungan dengan Arjuna di telepon genggamku. Namun aku
masih mempunyai kontak messenger yang
lain. Sejak saat itu lah, Arjuna mulai berubah.
Kalimat yang diucapkannya seakan-akan membenciku, bersikeras mengatakan
kalau dia masih mencintai mantan pacarnya, menyuruhku segera menikah dengan
Bima. Memang saat itu aku sedikit sedih mendengarnya. Yang paling menyakitkan
adalah saat dia berkata, “Haram bagiku mencintai pacar teman!” Aku tak marah,
semua itu tak cukup untuk membuatku melupakannya atau bahkan hanya membencinya.
Hari-hari setelahnya dia hanya menulis sepatah, dua patah kata. Semakin
lama semakin jauh. Sampai suatu hari dia tak lagi membalas pesan dariku. Aku
merindukannya yang dulu. Aku ingin kembali dekat seperti dulu. Tak perlu
mencintaiku! Yang kubutuhkan adalah kalimat-kalimatnya yang membuatku
bersemangat menjalani hari-hariku.
Hubunganku dengan Bima semakin membaik. Arjuna tak lagi menghubungi tapi
aku masih melihat kontak yang tak pernah digunakannya sebelum sering mengobrol
denganku masih saja aktif. Aku sedikit berharap dia merindukanku sebesar aku
merindukannya. Pesan terakhirku yang hanya dibacanya adalah, “Katakan kepada
Bima jika kita hanya berteman, kalau dia masih saja curiga bilang saja aku yang
mendekatimu duluan. Aku tak mau kau mempunyai masalah karena aku. Maaf.”
Beberapa bulan kemudian namanya di pesan masuk membuatku gugup
membukanya. “Aku mau pamitan ke luar kota untuk bekerja.” Apa maksudnya
berpamitan denganku? Dia bilang membenciku, dia bilang tak mau tau lagi dan tak
pedulu lagi tentangku. Lalu untuk apa dia berpamitan? Masih misteri yang belum
aku pecahkan saat ini. Aku tak bisa menyimpulkan itu sebuah cinta karena kalau
dia mencintaiku dia akan memperjuangkanku. Aku hanya pernah sedikit berharap
jika itu memang cinta.
“Aku berharap kau bisa bertemu dengan wanita yang cantik, sholeh, pintar
dan bisa membuatmu bahagia. Kau tau bagaimana perasaanku padamu tapi aku
benar-benar tulus mendoakanmu. Semoga kamu bahagia. Selalu bahagia. Bahkan jika
aku harus menjual kebahagiaanku untukmu.”
Dua tahun lamanya aku kehilangan kontak dengannya. Selama dua tahun itu
banyak kejadian-kejadian seperti aku putus dengan Bima, aku meneruskan studiku,
kehilangan nenek yang tinggal serumah denganku dan merawatku dari kecil dan
kejadian-kejadian lainnya. Cintaku padanya tak pernah padam dan itu yang
membuatku lebih kuat menjalani hari-hariku yang semakin berat.
Tahun 2015 aku mendengar kabar Arjuna telah menikah. Kabar yang sangat
menghebohkan hatiku. Namun entah mengapa, aku bahagia saat melihatnya tersenyum
bahagia bersama dengan istrinya.
0 komentar:
Posting Komentar